BAB II
BIOGRAFI MUHAMMAD QURAISH SHIHAB DAN KARYA-KARYANYA
Nama lengkapnya adalah
Muhammad Quraish Shihab, lahir di Rapang-Sulawesi Selatan pada tanggal 16
Februari 1944. Ia putera dari seorang guru besar yaitu Prof. KH. Abdurrahman
Shihab yang merupakan sosok pendidik yang mempunyai reputasi di kalangan
masyarakat Sulawesi Selatan. Kontribusinya dalam bidang pendidikan terwujud
dengan adanya dua perguruan tinggi yang dibinanya yaitu UMI (Universitas Muslim
Indonesia) yang merupakan Perguruan Tinggi Swasta terbesar di kawasan Indonesia
bagian timur dan IAIN Alauddin di Ujung Pandang.
Benih-benih kecintaannya
terhadap al-Qur’an mulai tumbuh sejak umur 6-7 tahun. Ia selalu mengikuti
pengajian al-Qur’an yang diadakan oleh ayahnya sendiri. Metode yang digunakan
adalah dengan menyampaikan pesan/nasihat yang terdapat dalam ayat-ayat
al-Qur’an. Selain itu, ayahnya juga menyuruh membaca al-Qur’an lalu menguraikan
secara sepintas kisah-kisah yang terdapat dalam al-Qur’an.
Ia
memulai pendidikan formalnya dari Sekolah Dasar di Ujung Pandang. Setelah itu ia melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
sekaligus sebagai santri di Pondok Pesantren Darul Hadis
al-Falakiyah Malang. Pada tahun 1958 ia dikirim ke al-Azhar, Kairo oleh ayahnya untuk mendalami
studi keislamannya dan diterima di kelas dua Tsanawiyah. Ia
melanjutkan studinya ke Fakultas ‘Ushuluddin jurusan Tafsir dan Hadis di Universitas al-Azhar, Kairo. Pada tahun 1967 ia meraih gelar LC (setingkat
sarjana S1). Dua tahun kemudian (1969), ia berhasil
meraih gelar M.A. pada jurusan yang sama dengan tesis berjudul “al-I’jaz
at-Tasyri’i al-Qur'an al-Karim (kemukjizatan al-Qur'an al-Karim dari Segi
Hukum)”.
Pada tahun 1973 ia kembali
ke Ujung Pandang untuk membantu mengelola pendidikan di IAIN Alauddin. Ia menjadi
wakil rektor bidang akademis dan kemahasiswaan sampai tahun 1980. Di samping
mendududki jabatan resmi itu, ia juga sering memawakili
ayahnya yang udzur karena usia dalam menjalankan
tugas-tugas pokok tertentu. Ia banyak diserahi
jabatan oleh ayahnya, seperti koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah
VII Indonesia bagian timur, pembantu pimpinan kepolisian Indonesia Timur dalam
bidang pembinaan mental, dan beberapa jabatan
lainnya di luar kampus.
Di celah-celah kesibukannya ia masih sempat menyelesaikan beberapa tugas penelitian, antara lain Penerapan
Kerukunan Hidup Beragama di Indonesia (1975) dan Masalah Wakaf Sulawesi Selatan
(1978). Untuk
mewujudkan cita-citanya, ia mendalami studi tafsir, pada 1980 ia kembali
menuntut ilmu ke al-Azhar, mengambil spesialisasi dalam studi tafsir al-Qur'an.
Ia hanya memerlukan waktu dua tahun untuk meraih gelar doktor dalam bidang
ini. Disertasinya yang berjudul “Nadzm ad-Durar
li al-Biqa’i Tahqiq wa Dirasah (Suatu Kajian terhadap Kitab Nadzm ad-Durar [Rangkaian
Mutiara] karya al-Biqa’i)” berhasil dipertahankannya dengan predikat summa
cum laude dengan penghargaan Mumtaz Ma’a Martabah asy-Syaraf al-Ula
(sarjana teladan dengan prestasi istimewa).
Ia dianggap sebagai orang
yang unik bagi Indonesia oleh Howard M. Federspiel karena kebanyakan Pendidikan
Tingginya ditempuh di Timur Tengah, di mana sebagian besar penuntut ilmu menyelesaikan
pendidikan tingginya di Barat. Berikut ini adalah komentarnya tentang Quraish
Shihab:
Ketika
meneliti biografinya, saya menemukan bahwa ia berasal dari Sulawesi Selatan,
terdidik di pesantren, dan menerima pendidikan tingginya di Mesir pada Universitas
Al-Azhar, di mana ia menerima gelar M.A dan Ph.D-nya. Ini menjadikan ia
terdidik lebih baik dibandingkan dengan hampir semua pengarang lainnya yang
terdapat dalam Popular Indonesian Literature of the Quran, lebih dari
itu, tingkat pendidikan tingginya di Timur Tengah seperti itu menjadikan ia
unik bagi Indonesia pada saat di mana sebagian pendidikan pada tingkat itu
diselesaikan di Barat. Dia juga mempunyai karier mengajar yang penting di IAIN
Ujung Pandang dan Jakarta sampai sekarang, bahkan ia menjabat sebagai rektor di IAIN
Jakarta. Ini merupakan karier yang sangat menonjol.[2]
Tahun 1984
ia pindah tugas dari IAIN Ujung Pandang ke Fakultas Ushuluddin di IAIN Jakarta. Ia aktif mengajar bidang Tafsir dan ‘Ulumul Qur’an di
Program S1, S2 dan S3 sampai tahun 1998. Di samping melaksanakan tugas pokoknya
sebagai dosen, ia juga dipercaya menduduki jabatan sebagai Rektor IAIN Jakarta
selama dua periode (1992-1996 dan 1997-1998). Setelah itu ia dipercaya
menduduki jabatan sebagai Menteri Agama selama kurang lebih dua bulan di awal
tahun 1998, hingga kemudian dia diangkat sebagai Duta Besar Luar Biasa dan
Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk negara Republik Arab Mesir merangkap
negara Republik Djibauti berkedudukan di Kairo.
Suasana baru atas kehadiran Quraish Shihab disambut hangat oleh masyarakat Jakarta. Hal ini terbukti dengan
adanya berbagai aktivitas yang dijalankannya di tengah-tengah masyarakat. Sejumlah jabatan dipercayakan kepadanya, di antaranya
adalah sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat (sejak 1984), anggota
Lajnah Pentashhih Al-Qur'an Departemen Agama sejak 1989.
Dia juga
terlibat dalam beberapa organisasi profesional, antara lain Asisten Ketua Umum
Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI), ketika organisasi ini didirikan.
Selanjutnya ia juga tercatat sebagai Pengurus Perhimpunan Ilmu-ilmu Syariah,
dan Pengurus Konsorsium Ilmu-ilmu Agama Dapertemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Aktivitas lainnya yang ia lakukan adalah sebagai Dewan Redaksi Studia Islamika:
Indonesian journal for Islamic Studies, ‘Ulumul Qur
'an, Mimbar ‘Ulama, dan Refleksi jurnal Kajian
Agama dan Filsafat. Semua penerbitan ini berada di Jakarta.
Ia juga dikenal sebagai penulis dan penceramah yang
handal. Latar belakang keilmuan yang kokoh dan kemampuannya menyampaikan pendapat dan gagasan (bahasa yang sederhana, lugas,
rasional, dan moderat) itu menjadikannya sebagai penceramah
dan penulis yang bisa diterima oleh semua lapisan masyarakat.
Ceramah ini ia lakukan di sejumlah masjid bergengsi di Jakarta, seperti
Masjid al-Tin dan Fathullah, di lingkungan pejabat pemerintah seperti pengajian
Istiqlal serta di sejumlah stasiun televisi atau media elektronik, khususnya
di.bulan Ramadhan. Beberapa stasiun televisi, seperti RCTI dan Metro TV
mempunyai program khusus selama Ramadhan yang diasuh olehnya. Quraish Shihab
memang bukan satu-satunya pakar al-Qur'an di Indonesia, tetapi kemampuannya
menerjemahkan dan meyampaikan pesan-pesan al-Qur'an dalam konteks masa kini dan
masa modern membuatnya lebih dikenal dan lebih unggul daripada pakar al-Qur'an
lainnya.
Ia cenderung menekankan pentingnya penggunaan metode tafsir maudhu’i
(tematik), yaitu penafsiran dengan cara menghimpun sejumlah ayat al-Qur'an yang
tersebar dalam berbagai surah yang membahas masalah yang sama, kemudian menjelaskan
pengertian menyeluruh dari ayat-ayat tersebut, selanjutnya menarik kesimpulan
sebagai jawaban terhadap masalah yang menjadi pokok bahasan. Metode ini dapat
mengungkapkan pendapat-pendapat al-Qur'an tentang berbagai masalah kehidupan,
sekaligus dapat dijadikan bukti bahwa ayat al-Qur'an sejalan dengan
perkembangan iptek dan kemajuan peradaban masyarakat.
Ia banyak menekankan perlunya memahami wahyu Ilahi secara kontekstual dan
tidak semata-mata terpaku pada makna tekstual. Hal ini dimaksudkan agar pesan-pesan
yang terkandung di dalamnya dapat difungsikan dalam kehidupan nyata. Ia juga
banyak memotivasi mahasiswanya, khususnya di tingkat pasca sarjana, agar berani
menafsirkan al-Qur'an, tetapi dengan tetap berpegang teguh pada kaidah-kaidah
tafsir yang sudah dipandang baku.
Menurutnya, penafsiran terhadap al-Qur'an tidak akan
pernah berakhir. Dari masa ke masa selalu muncul penafsiran baru sejalan dengan
perkembangan ilmu dan tuntutan kemajuan. Meskipun begitu, ia tetap mengingatkan perlunya sikap teliti dan
hati-hati dalam menafsirkan al-Qur'an sehingga seseorang tidak mudah mengklaim
suatu pendapat sebagai pendapat al-Qur'an. Menurutnya, seseorang yang mamaksakan pendapatnya atas nama al-Qur'an merupakan salah satu bentuk
dosa besar.
Keahliannya
dalam bidang tafsir diabdikan dalam
bidang pendidikan. Kedudukan (Pembantu Rektor,
Rektor, Menteri Agama, Ketua MUI, Staf Ahli Mendikbud, Anggota Badan
Pertimbangan Pendidikan), karya tulis ilmiyah dan ceramahnya sangat erat hubungannya dengan
kegiatan pendidikan. Dengan kata lain, bahwa ia adalah seorang ulama yang memanfaatkan kedudukan dan keahliannya untuk mendidik umat. Ia memiliki
sifat-sifat sebagai guru atau pendidik yang patut diteladani. Penampilannya
yang sederhana, tawadlu, sayang kepada semua orang, jujur, amanah, dan tegas
dalam prinsip merupakan bagian dari sikap yang seharusnya dimiliki oleh seorang guru.
Muhammad Quraish Shihab
merupakan seorang ulama’ yang aktif dalam dunia kepenulisan. Banyak karya tulis
yang dihasilkan, antara lain:
1.
Tafsir
al-Manar, Keistimewaan dan Kelemahannya (Ujung Pandang, IAIN Alauddin, 1984);
2.
Menyingkap
Tabir Ilahi; Asma al-Husna dalam Perspektif al-Qur'an (Jakarta: Lentera Hati,
1998);
3.
Untaian
Permata Buat Anakku (Bandung: Mizan 1998);
4.
Pengantin
al-Qur'an (Jakarta: Lentera Hati, 1999);
5.
Haji
Bersama Quraish Shihab (Bandung: Mizan, 1999);
6.
Sahur
Bersama Quraish Shihab (Bandung: Mizan 1999);
7.
Panduan
Puasa bersama Quraish Shihab (Jakarta: Penerbit Republika, Nopember 2000);
8.
Panduan
Shalat bersama Quraish Shihab (Jakarta: Penerbit Republika, September 2003);
9.
Anda
Bertanya,Quraish Shihab Menjawab Berbagai Masalah Keislaman (Mizan Pustaka)
10. Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab Seputar
Ibadah Mahdhah
(Bandung: Mizan, 1999);
11. Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab Seputar Al
Qur'an dan Hadits (Bandung: Mizan, 1999);
12. Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab Seputar
Ibadah dan Muamalah (Bandung: Mizan, 1999);
13. Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab Seputar
Wawasan Agama (Bandung: Mizan, 1999);
14. Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab Seputar
Tafsir Al Quran (Bandung: Mizan, 1999);
15. Satu Islam, Sebuah Dilema (Bandung:
Mizan, 1987);
16. Filsafat Hukum Islam (Jakarta:
Departemen Agama, 1987);
17. Pandangan Islam Tentang Perkawinan Usia
Muda (MUI & Unesco, 1990);
18. Kedudukan Wanita Dalam Islam (Departemen
Agama);
19. Membumikan al-Qur'an; Fungsi dan
Kedudukan Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan, 1994);
20. Lentera Hati; Kisah dan Hikmah Kehidupan
(Bandung: Mizan, 1994);
21. Studi Kritis Tafsir al-Manar (Bandung:
Pustaka Hidayah, 1996);
22. Wawasan al-Qur'an; Tafsir Maudhu'i atas
Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 1996);
23. Tafsir al-Qur'an (Bandung: Pustaka
Hidayah, 1997);
24. Secercah Cahaya Ilahi; Hidup Bersama
Al-Qur'an (Bandung; Mizan, 1999)
25. Hidangan Ilahi, Tafsir Ayat-ayat Tahlili
(Jakarta: Lentara Hati, 1999);
26. Jalan Menuju Keabadian (Jakarta: Lentera
Hati, 2000);
27. Tafsir Al-Mishbah;
Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur'an (15 Volume, Jakarta: Lentera Hati,
2003);
28. Menjemput Maut; Bekal Perjalanan Menuju
Allah SWT. (Jakarta: Lentera Hati, 2003)
29. Jilbab Pakaian Wanita Muslimah; dalam
Pandangan Ulama dan Cendekiawan Kontemporer (Jakarta: Lentera Hati, 2004);
30. Dia di Mana-mana; Tangan Tuhan di balik
Setiap Fenomena (Jakarta: Lentera Hati, 2004);
31. Perempuan (Jakarta: Lentera Hati, 2005);
32. Logika Agama; Kedudukan Wahyu &
Batas-Batas Akal Dalam Islam (Jakarta: Lentera Hati, 2005);
33. Rasionalitas al-Qur'an; Studi Kritis
atas Tafsir al-Manar (Jakarta: Lentera Hati, 2006);
34. Menabur Pesan Ilahi; al-Qur'an dan Dinamika
Kehidupan Masyarakat (Jakarta: Lentera Hati, 2006);
35. Wawasan al-Qur'an Tentang Dzikir dan Doa
(Jakarta: Lentera Hati, 2006);
36. Asmâ' al-Husnâ; Dalam Perspektif
al-Qur'an (4 buku dalam 1 boks) (Jakarta: Lentera Hati);
37. Sunnah - Syiah Bergandengan Tangan!
Mungkinkah?; Kajian atas Konsep Ajaran dan Pemikiran (Jakarta: Lentera Hati,
Maret 2007);
38. Al-Lubâb; Makna, Tujuan dan Pelajaran
dari al-Fâtihah dan Juz 'Amma (Jakarta: Lentera Hati, Agustus 2008);
39. 40 Hadits Qudsi Pilihan (Jakarta:
Lentera Hati);
40. Berbisnis dengan Allah; Tips Jitu Jadi
Pebisnis Sukses Dunia Akhirat (Jakarta: Lentera Hati);
41. M. Quraish Shihab Menjawab; 1001 Soal
Keislaman yang Patut Anda Ketahui (Jakarta: Lentera Hati, 2008);
42. Doa Harian bersama M. Quraish Shihab
(Jakarta: Lentera Hati, Agustus 2009);
43. Seri yang Halus dan Tak Terlihat; Jin
dalam al-Qur'an (Jakarta: Lentera Hati);
44. Seri yang Halus dan Tak Terlihat;
Malaikat dalam al-Qur'an (Jakarta: Lentera Hati);
45. Seri yang Halus dan Tak Terlihat; Setan
dalam al-Qur'an (Jakarta: Lentera Hati);
46. M. Quraish Shihab Menjawab; 101 Soal
Perempuan yang Patut Anda Ketahui (Jakarta: Lentera Hati, Maret 2010);
47. Al-Qur'ân dan Maknanya; Terjemahan Makna
disusun oleh M. Quraish Shihab (Jakarta: Lentera Hati, Agustus 2010);
48. Membumikan al-Qur'ân Jilid 2;
Memfungsikan Wahyu dalam Kehidupan (Jakarta: Lentera Hati, Februari 2011);
49. Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW, dalam
sorotan Al-Quran dan Hadits Shahih (Jakarta: Lentera Hati, Juni 2011);
50. Do'a al-Asmâ' al-Husnâ (Doa yang Disukai
Allah SWT.) (Jakarta: Lentera Hati, Juli 2011)
BAB III
TINJAUAN
UMUM TENTANG SYIRIK
A.
Pengertian Musyrik
Syirik merupakan salah satu perkara yang
bertentangan dengan tauhid selain kufur dan nifaq.[4] Dalam kamus Al-Munawwir[5], musyrik adalah isim fa’il
dari lafadz اشرك- يشرك- اشراك- yang berarti orang yang menyekutukan Allah. Lafadz-lafadz tersebut terambil dari lafadz شرك yang mempunyai berbagai macam arti, di
antaranya adalah sebagai berikut:
1.
Syarika-yasyraku-syirkan (menjadi sekutu, teman)
2.
Syarraka-yusyarriku
(memasang tali)
3.
Syaaraka-yusyaariku, tasyaaraka-yatasyarraka (bersekutu dengan)
4.
Isytaraka-yasytariku (bersekutu dalam, persekutuan)
5.
Asyaraka fi (menjadikan sebagai sekutunya)
6.
Asyraka bi
(menyekutukan Allah)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia[6], syirik adalah penyekutuan
Allah dengan yang lain, pengabdian selain kepada Allah Ta’ala dengan menyembah
patung,
tempat keramat, dan kuburan, dan kepercayaan
terhadap keampuhan peninggalan nenek moyang yang diyakini akan menentukan dan
mempengaruhi jalan kehidupan.
Dalam buku pelajaran aqidah[7], disebutkan bahwa syirik
mempunyai dua arti, yaitu arti secara umum dan arti secara khusus. Arti syirik
secara umum adalah menyamakan sesuatu selain Allah pada apa yang menjadi
kekhususan Allah SWT, sedangkan arti secara khusus adalah menjadikan sesuatu
selain Allah sebagai Tuhan yang disembah dan ditaati di samping Allah SWT.
Musyrik adalah menyekutukan Allah dalam Uluhiyyah-Nya,
yaitu hal-hal yang merupakan kekhususan bagi Allah, seperti berdo'a/memohon
suatu perkara kepada selain Allah di samping berdo'a kepada Allah, atau
memalingkan suatu bentuk ibadah seperti menyembelih (kurban), bernadzar,
berdo'a dan sebagainya kepada selain-Nya[8].
Untuk menyimpulkan
penafsiran tentang syirik, maka penyusun mengambil beberapa ayat yang
berhubungan dengan syirik lalu menafsirkannya menurut tafsiran Quraish Shihab
dalam tafsir al-Misbah. Di antara beberapa ayat tersebut adalah Ali
Imran: 64, 151, an-Nisa: 36, ar-Ra’du: 36, al-Kahfi: 110, Ibrahim: 22, an-Nahl:
86.
1.
Ali Imran: 64[9]
قل يا أهل الكتاب تعالوا إلى كلمة سواء بيننا وبينكم ألّا نعبد
إلّا اللّه ولا نشرك به شيئا ولا يتّخذ بعضنا بعضا أربابا من دون اللّه[10]
Quraish Shihab
menyatakan dalam tafisr al-Misbahnya tentang Ahli Kitab itu terdiri dari semua
orang Yahudi dan Nasrani, sedangkan para ulama’ berpendapat bahwa Ahli Kitab
adalah sekelompok orang yang diduga mempunyai kitab suci. Ahli Kitab ada yang
bertempat tinggal di Madinah atau daerah-daerah lain, maka ayat ini turun
ditujukan kepada mereka.
Dalam ayat ini Nabi
mengajak Ahli Kitab dengan cara yang lebih simpatik dan halus menuju ke
ketinggian(ta’alaw) yakni suatu kalimat yang lurus dan adil. Setelah
itu, Nabi mengajarkan bahwa tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah,
yakni tunduk patuh lagi tulus menyembah-Nya semata dan tidak mempersekutukan
dengan suatu apapun serta tidak menjadikan sebagian yang lain sebagai
tuhan-tuhan selain Allah.
2.
Ali Imran: 151[11]
سنلقي في قلوب الّذين كفروا الرّعب بما أشركوا باللّه ما لم ينزل
به سلطانا[12]
Allah tidak menurunkan
keterangan tentang kebenaran kemusyrikan mereka. Hal ini menunjukkan bahwa
meskipun tidak ada keterangan yang menunjukkan tentang kekeliruannya, maka pada
hakikatnya menyekutukan Allah itu tidak boleh, karena dalam masalah ketuhanan
diperlukan bukti yang jelas, argumentasi yang pasti bukan semata-mata hawa
nafsu. Jika demikian, maka orang yang menyekutukan Allah tanpa adanya dalil dan
bukti itu keliru dan sesat, namun lebih
keliru dan sesat lagi orang yang sudah jelas-jelas mengetahui dalil dan bukti
baik berupa wahyu, nalar maupun kalbu bahwa syirik itu tidak boleh tetapi
mereka masih melakukannya.
Quraish Shihab menafsirkan syirik yang terdapat dalam
ayat ini adalah sebagai sebab dari ketakutan dan keyakinan yang mengotori kalbu
mereka. Kemusyrikan adalah meyakini adanya kekuatan selain Allah, yang
dapat memberikan pengaruh positif dan negatif terhadap makhluk. Dia menyebutkan bahwa kemusyrikan itu
polytheisme yaitu keyakinan akan banyaknya Tuhan dan setiap Tuhan mempunyai
kekuatan. Karena masing-masing Tuhan memilki kekuatan maka akan muncul
rasa takut dalam hati orang yang menyembahnya. Jika ia menyembah tuhan A ia
takut tuhan B atau C akan marah dan selanjutnya, sehingga para penyembah
tuhan-tuhan hidup dalam ketakutan dan ketidak seimbangan emosi.
3.
An-Nisa: 36[13]
واعبدوا اللّه ولا تشركوا به شيئا[14]
Ayat ini tidak hanya
ditujukan kepada orang mukmin saja tetapi juga mencakup manusia pada umunya
meskipun tidak diawali dengan seruan “Wahai sekalian manusia” karena
pada awal surat ini telah disebutkan seruan tersebut.
Dalam ayat tersebut
menyeru kepada semua manusia khususnya umat Islam supaya beribadah kepada
Allah. Yang dimaksud dengan ibadah dalam ayat tersebut bukan hanya ibadah mahdhah[15]
tetapi mencakup semua aktivitas yang seharusnya dilakukan hanya karena Allah.
Ibadah yang dimaksud adalah perwujudan dari perintah-Nya yang berbunyi: Katakanlah:
“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta
alam.”[16]
Ulama’ memahami perintah ibadah tersebut dalam arti ibadah
praktis. Setelah Allah memerintahkan manusia untuk beribadah kepada-Nya
kemudian Ia melarang manusia menyekutukan-Nya baik itu dalam ibadah mahdhah
maupun ghairu mahdhah.
4.
Ar-Ra’du: 36[17]
Orang musyrik yang
dimaksud dalam ayat ini adalah orang Yahudi dan Nasrani yang bersekutu untuk
memadamkan ajaran Islam. Sebagian dari mereka ada yang mengingkari sebagian
dari isi kandungan al-Qur’an yaitu hal-hal yang tidak sejalan dengan keyakinan
mereka, seperti ke-Esaan Allah dan kenabian Muhammad lalu mereka mengusulkan
perubahan kandungan alQur’an.
5.
Al-Kahfi: 110[19]
فمن كان يرجو لقاء ربه فليعمل عملا صالحا ولا يشرك بعبادة ربه أحدا[20]
Ayat
tersebut merupakan penutup surat al-Kahfi dan merupakan kesimpulan pokok
tentang prinsip-prinsip ajaran Islam, seperti: prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa(Sesungguhnya
Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa), kenabian Muhammad(Sesungguhnya
aku hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku) dan
keniscayaan hari kemudian(Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya).
(فليعمل عملا صالحا) kalimat yang singkat
ini menggambarkan dakwah islamiyah, yaitu beramal yang baik dan bermanfaat
untuk diri sendiri, keluarga dan masyarakat luas karena Allah semata. Amal yang dimaksud
adalah sebagai natijah (hasil) dari keimanan kepada Allah dan
keniscayaan hari kemudian. Tanpa keimanan seseorang tidak akan terdorong untuk
melakukan amal-amal shalih secara ikhlas.
Ayat tersebut
mengandung motivasi bagi siapa saja yang menginginkan perjumpaan dengan Allah
agar melakukan amal shalih dengan keikhlasan dan meninggalkan perbuatan syirik.
Pada permulaan surat ini menegaskan akan ancaman orang yang mempersekutukan
Allah dan janji bagi orang yang beriman dan mengamalkan tuntunan kitab suci,
maka pada penutupnya, hal tersebut diulangi lagi dengan menekankan tentang
ke-Esaan Allah dan kepastian hari kemudian.
6.
Ibrahim: 22[21]
Persekutuan dengan
Allah yang dimaksud oleh iblis dalam ayat tersebut bukanlah dalam arti
mempersekutukan-Nya dalam beribadah tetapi persekutuan dalam ketaatan mengikuti
seruannya. Pendapat ini dikuatkan oleh Thabathaba’i berdasarkan firman Allah:
Persekutuan yang
dimaksud dapat dipahami dalam arti yang
umum yaitu benar-benar menyembah setan. Hal itu juga dapat dipahami dari
kenyataan bahwa sejarah tidak pernah sepi dari kelompok penyembah dan pemuja
setan.[24]
Mereka percaya
terhadap kekuatan yang aktif selain kekuatan Tuhan Yang Maha Esa. Sebagian dari
mereka percaya bahwa ada pertarungan antara langit(Tuhan) dan bumi(setan).
Menurut al-‘Aqqad, kelompok penyembah setan masih ada di mana-mana sampai saat
ini, misalnya kelompok yang dinamai al-Yazidiyah yaitu kelompok suku Kurdi yang
mukim di Irak Utara. Mereka percaya adanya tujuh tuhan yang tercipta dari
cahaya Tuhan Yang Maha Esa.
7.
An-Nahl: 86[25]
وإذا رأى الّذين أشركوا شركاءهم قالوا ربّنا هؤلاء شركاؤنا الّذين
كنّا ندعو من دونك[26]
Ayat tersebut menguraikan tentang apa yang terjadi antara para
pendurhaka dan sekutu-sekutu yang mereka sembah-sembah dan mereka
agung-agungkan semasa hidupnya. Orang-orang yang mempersekutukan Allah ketika
di dunia berkata: “Tuhan kami, mereka inilah sekutu-sekutu yang dulu
pernah kami sembah selain Engkau”. Mereka berkata seperti itu supaya Allah
meringankan siksaan atas mereka dan memberikan sebagiannya kepada mereka yaitu
sesembahan mereka. Sesembahan itu menyangkal pernyataan para pendusta tersebut
dengan perkataan,”Sesungguhnya kamu benar-benar para pendusta ketika berkata
bahwa kami adalah sekutu-sekutu Allah. Sebenarnya kalian sendiri yang mempertuhan
dan menyembah kami atas perintah dan hawa nafsu kalian sendiri. Dan sekali-kali
kami bukanlah sekutu Allah.”
Yang dimaksud dengan (شركاءهم) adalah berhala-berhala yang yang mereka jadikan sekutu-sekutu
Allah. Perlakuan mereka terhadap berhala-berhala yang mereka sembah itu tidak
hanya tidak diakui oleh Allah dan orang-orang yang beriman saja akan tetapi
berhala-berhala itu sendiri tidak mengakuinya.
Dari beberapa ayat tentang syirik yang telah dipaparkan
oleh penyusun dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian syirik menurut Quraish
Shihab itu tidak berbeda jauh dengan pengertian-pengertian pada umumnya yaitu
menyekutukan Allah dengan sekutu-sekutunya, misalnya berhala-berhala yang
mereka sembah, sedangkan musyrik adalah kaum Yahudi dan Nasrani yang bersekutu
untuk memadamkan ajaran Islam.
B.
Musyrik dalam al-Qur’an
Berdasarkan penelusuran yang telah
dilakukan oleh penyusun melalui Kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadzil
Qur’an al-Karim karya Muhammad Fu’ad ‘Abd al-Baqi, istilah syirik beserta
bentukannya disebutkan dalam al-Qur’an kurang lebih 118 kali. Karena banyaknya
ayat al-Qur’an yang berhubungan dengan syirik, maka penyusun akan menyebutkan
beberapa ayat saja pada setiap bentukannya, di antaranya adalah:
1.
Dalam bentuk fi’il madli
ولقد أوحي إليك
وإلى الّذين من قبلك لئن أشركت ليحبطنّ عملك ولتكوننّ من الخاسرين[28]
سنلقي في قلوب
الّذين كفروا الرّعب بما أشركوا باللّه ما لم ينزل به سلطانا[29]
2.
Dalam bentuk fi’il mudlore’
وإذ بوأنا لإبراهيم مكان البيت أن لّا تشرك بي شيئا[30]
وإن جاهداك لتشرك بي ما ليس لك به علم فلا تطعهما[31]
قل اللّه ينجيكم منها ومن كل كرب ثم أنتم تشركون[33]
3.
Dalam bentuk masdar
وما لهم فيهما من شرك وما له منهم من ظهير[34]
مّا تدعون من دون اللّه أروني ماذا خلقوا من الأرض أم لهم شرك في
السّماوات[35]
4.
Dalam bentuk isim fa’il
فاتّبعوا ملّة إبراهيم
حنيفا وما كان من المشركين[37]
بَرَاءَةٌ مِّنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى الَّذِينَ عَاهَدتُّم
مِّنَ الْمُشْرِكِين[38]
ويوم نحشرهم جميعا
ثم نقول للذين أشركوا أين شركاؤكم الّذين كنتم تزعمون[39]
5.
Dalam bentuk fi’il nahi
وإذ قال لقمان لابنه وهو يعظه يا بني لا تشرك باللّه[40]
واعبدوا اللّه ولا تشركوا به شيئا[41]
وإذ بوأنا لإبراهيم مكان البيت أن لّا تشرك بي شيئا[42]
C.
Tanda-tanda Musyrik.
Di antara tanda-tanda orang musyrik yang dapat dirumuskan
oleh penyusun adalah sebagai berikut:
1.
Orang-orang musyrik akan menyangkal jika disebut musyrik.
ويوم نحشرهم جميعا
ثمّ نقول للّذين أشركوا أين شركاؤكم الّذين كنتم تزعمون[43]
Orang-orang musyrik itu
sebenarnya mengetahui dan mengakui akan keberadaan Allah sebagai Tuhan, namun
mereka menyekutukan-Nya baik dengan sengaja maupun tidak sengaja. Mereka tidak
mau bahkan menyangkal jika dituduh sebagai musyrik. Sebagaimana firman
Allah:
ثمّ لم تكن فتنتهم
إلّا أن قالوا واللّه ربنا ما كنّا مشركين[44]
2.
Kemusyrikan itu adanya di dalam hati dan bisa terungkap
lewat ucapan dan perbuatan, sehingga tidak mengharusnya adanya pengakuan dari
dia sendiri secara nyata, misalnya dengan mengucapkan “Saya mengakui adanya
Tuhan selain Allah”.
3.
Rasa cinta yang beralih dari Allah kepada makhluk-Nya
sehingga cinta kepada makhluk-Nya itu lebih besar daripada cintanya kepada
Allah.
ومن النّاس من يتّخذ
من دون اللّه أندادا يحبّونهم كحب اللّه ۖ والّذين آمنوا أشدّ
حبّا للّه
ولو يرى الّذين
ظلموا إذ يرون العذاب أنّ القوّة للّه جميعا وأنّ اللّه شديد العذاب[46]
4.
Memperkuat ikatan-ikatan dengan berhala yang disembah
padahal berhala yang disembah itu tidak bisa memberikan suatu apapun bagi
mereka.
وقال إنّما اتّخذتم من دون اللّه أوثانا مودّة بينكم في الحياة
الدنيا ۖ ثمّ يوم القيامة يكفر بعضكم ببعض ويلعن بعضكم بعضا ومأواكم النّار
وما لكم من ناصرين[47]
5.
Takut kepada selain Allah. Ketakuan orang-orang kafir
musyrik kepada selain-Nya itu lebih besar.
D.
Jenis-jenis
Syirik
Syirik dibagi menjadi empat jenis[50], yang disebutkan secara rinci dan
dikelompokkan sebagai berikut:
1.
Syirik yang berhubungan dengan kekhususan
Allah SWT.
a)
Syirik dalam Rububiyah, yaitu yakin bahwa
selain Allah ada dzat yang menciptakan, memberi rizki, menghidupkan dan
mematikan, menghilangkan bencana, dan lain- lain.
b)
Syirik dalam Uluhiyah, yaitu melakukan
ibadah yang ditujukan kepada selain Allah baik berupa ibadah hati (tawakkal)
atau ibadah lisan (nadzar, sumpah dengan menyebut nama selain nama Allah) atau
ibadah anggota badan (bersujud kepada selain Allah).
c)
Syirik dalam asma’ wa shifat, yaitu yakin
bahwa sebagian makhluk Allah ada yang memiliki sifat-sifat khusus yang dimiliki
Allah.
2.
Syirik menurut tingkatannya.
a)
Syirik akbar(besar)[51], yaitu menjadikan sekutu
selain Allah yang ia sembah dan ia taati sama seperti ia menyembah dan mentaati
Allah. Syirik jenis ini dibagi menjadi enam, yaitu:
1)
Syirik dalam berdo’a, yaitu berdo’a kepada selain Allah
sama seperti berdo’a kepada Allah, baik sebagai permohonan maupun ibadah.
Do’a itu dianggap syirik jika ia memenuhi tiga syarat,
yaitu:
a.
Do’a itu diucapkan dengan kata yang bermakna hakiki bukan
majazi.
b.
Muatan do’a itu pada masalah-masalah yang hanya dapat
dilakukan oleh Allah.
c.
Muatan do’a terpisah dari obyek yang kepadanya ia
berdo’a, baik dari segi waktu, tempat maupun karena kematian.
2)
Syirik dalam niat, motivasi dan maksud yaitu menyekutukan
Allah dalam hal tujuan beribadah(tujuan ibadah bukan hanya kepada Allah),
misalnya beribadah tujuannya untuk berhala, kuburan, orang mati maupun orang
hidup. Ini merupakan jenis syirik yang dilakukan pada masa jahiliyyah
pertama.
3)
Syirik dalam ketaatan, yaitu menyamakan sesembahan selain
Allah dengan Allah dalam hal hak menentukan syari’at dan hukum. Karena membuat
syari’at, hukum dan memerintah adalah salah satu hak khusus bagi Allah.
4)
Syirik dalam kecintaan, yaitu mencintai sesuatu selain
Allah sama dengan atau lebih dari cintanya kepada Allah.
5)
Syirik dalam rasa takut, yaitu rasa takut yang timbul
dari asumsi atau keyakinan akan terjadinya suatu madlarat.
Rasa takut dibagi menjadi tiga, yaitu:
1.
Ketakutan yang bersifat syirik, ketakutan ini dibagi
menjadi dua yaitu:
a.
Takut keyakinan, yaitu takut kepada patung atau berhala.
Syirik ini juga termasuk syirik keyakinan(i’tiqadi) yang bertempat di
hati.
b.
Takut amal, takut kepada selain Allah yang menyebabkan ia
meninggalkan kewajiban dan melakukan larangan Allah.
2.
Ketakutan yang bersifat wajar, yaitu takut yang timbul
secara wajar. Misalnya takut pada singa, takut saat musuh menyerang tiba-tiba,
dll.
3.
Ketakutan yang wajib, yaitu takut kepada Allah dengan
ketakutan yang sebenarnya sehingga mendorong seseorang untuk melakukan apa yang
diperintah oleh Allah dan menjauhi larangan-Nya. Takut jenis ke tiga ini
merupakan lawan dari takut yang bersifat syirik.
6)
Syirik dalam tawakkal, yaitu menyerahkan semua urusan
kepada selain Allah. Maka tawakkal yang seperti ini merupakan sebuah kesyirikan
karena manusia hanya wajib betawakkal kepada Allah.
Tawakkal ini dibagi menjadi tiga, yaitu:
1.
Tawakkal syirik, yaitu hati seorang hamba bergantung
kepada selain Allah unruk mendapatkan manfaat dan menolak bahaya.
2.
Tawakkal kepada orang lain, yaitu menyerahkan beberapa
urusan agama dan dunia kepada orang lain untuk dilakukan. Misalnya: mewakilkan
hajinya kepada orang lain, jual beli, dll.
3.
Tawakkal tauhid, yaitu menyerahkan semua urusannya kepada
Allah semata dan hal ini wajib bagi setiap orang yang beriman untuk bertawakkal
hanya kepada-Nya. Tawakkal ini merupakan lawan dari tawakkal syirik.
b)
Syirik ashghar(kecil) adalah menyamakan sesuatu selain
Allah dengan Allah dalam bentuk perkataan atau perbutan. Dari pengertian
tersebut, maka syirik kecil dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1)
Syirik Qauli(perkataan), yaitu syirik yang
diucapkan dengan lisan seperti bersumpah dengan selain Allah. Misalnya mengucapkan
“Apa yang dikehendaki oleh Allah dan Aku, hakim segala hakim”.
2)
Syirik Fi’li(perbuatan), yaitu syirik yang
dilakukan dalam bentuk perbuatan seperti melakukan suatu amalan karena ingin
dilihat oleh orang lain(riya’) dan sum’ah.
Setiap amalan yang dilandasi syirik kecil
bisa berubah menjadi syirik besar jika disertai dengan keyakinan hati yaitu
mengagungkan selain Allah sama seperti mengagungkan Allah.
3.
Syirik menurut letak terjadinya.
a)
Syirik i’tiqadi(keyakinan), yaitu syirik yang
berupa keyakinan batin. Misalnya: yakin bahwa ada makhluk yang bisa mengatur
cuaca serta alam dan segala isinya.
b)
Syirik ‘amali(perbuatan), yaitu menyekutukan Allah
dalam amal perbuatan. Misalnya: menyembelih binatang kurban untuk selain Allah,
bersujud kepada selain Allah SWT.
c)
Syirik lafdzi(ucapan), yaitu syirik dalam ucapan,
misalnya: bersumpah dengan menyebut nama selain nama Allah SWT seperti “Tidak ada bagiku kecuali Allah dan
engkau”, “Aku bertawakkal kepadamu”, “ Kalau bukan karena engkau maka akan
terjadi...”, dan lafadz- lafadz yang lainnya yang mengandung kesyirikan.
4.
Syirik menurut sifatnya.
a)
Syirik jali(jelas),
yaitu perbuatan syirik yang jelas dan bisa dipahami secara langsung bahwa itu
adalah perbuatan syirik. Misalnya: sujud kepada selain Allah SWT, menyembah
berhala, menyembah pohon dan lain- lain.
b)
Syirik khafi(samar),
yaitu perbuatan syirik yang samar sehingga sulit untuk diketahui oleh
seseorang. Misalnya: ujub pada diri sendiri, riya’, dan lain- lain.
E. Bentuk-bentuk Syirik
Syirik mempunyai bentuk yang sangat
beragam, banyak di antaranya tersebar luas di kalangan masyarakat umum terutama
pada umat Islam, misalnya: sihir, peramalan, penyembahan berhala, jimat,
thiyarah, memakai kalung atau benang untuk menangkal bahaya, dll. Beberapa
perbuatan syirik itu ada yang bertentangan dengan tauhid, ada yang bertentangan
dengan kesempurnaan iman. Ada pula yang memiliki dua dimensi yaitu: di satu
sisi bertentangan dengan tauhid dan di sisi yang lain bertentangan dengan
kesempurnaan tauhid.
Dalam penyusunan risalah ini penyusun
mengambil satu dari beberapa bentuk yang telah disebutkan di atas sebagai satu
contoh dari syirik yaitu“at-Thaghut” yang terdapat dalam QS. An-Nahl
ayat 36 yang berbunyi:
ولقد بعثنا في كل أمة رسولا أن اعبدوا الله واجتنبوا
الطاغوت فمنهم من هدى الله ومنهم من حقت عليه الضلالة فسيروا في الأرض فانظروا كيف
كان عاقبة المكذبين
Ayat tersebut mewajibkan kepada seluruh hamba-Nya supaya
bersikap kafir kepada thaghut dan hanya beriman kepada Allah SWT.
Quraish Shihab menafsirkan ayat ini
sebagai hiburan bagi Nabi saw ketika menghadapi kaumnya yang membangkan
terhadap dakwahnya. Penolakan bahkan pembangkangan dan penerimaan dari suatu
kaum dalam dakwah itu pasti terjadi pada setiap nabi yang diutus oleh Allah.
Allah mengutus para nabi ke bumi ini untuk menyampaikan ajaran tauhid kepada
umatnya, menyembah hanya kepada Allah yaitu tunduk dan patuh dengan penuh
pengagungan kepada Tuhan Yang Maha Esa, jangan menyembah apa dan siapapun serta
mengajak untuk meninggalkan thaghut yaitu segala macam yang melampaui
batas[52], seperti penyembahan
berhala dan patuh kepada tirani.[53] Di antara mereka ada yang
terbuka hatinya dalam menerima ajaran nabi sehingga Allah membuka pintu hatinya
serta memberikan hidayah kepadanya, dan sebaliknya ada yang menolak dan keras kepala sehingga Allah memberikan
sanksi kepada mereka berupa adzab yang pedih dan kesesatan.
Kata طاغوت terambil dari kataطغى yang pada awalnya berarti melampaui batas.
Bisa dipahami juga dengan arti berhala-berhala, karena penyembahan berhala
merupakan sesuatu yang sangat buruk dan melampaui batas. Dalam arti yang lebih umum, kata tersebut mencakup segala sikap
dan perbuatan yang melampaui batas, seperti kekufuran kepada Tuhan, pelanggaran
dan kesewenang-wenangan terhadap manusia.[54]
Ada beberapa ayat al-Qur’an yang
berhubungan dengan thaghut yang relevan dengan pembahasan, di antaranya
adalah:
1.
Ayat yang menjelaskan tentang do’a Nabi Ibrahim supaya dijauhkan
dari menyembah berhala.
وإذ قال إبراهيم رب اجعل هذا البلد آمنا واجنبني وبنيّ أن نّعبد
الأصنام[55]
Ayat tersebut menjelaskan tentang do’anya Nabi Ibrahim
agar kota yang dijadikan sebagai tempat tinggal oleh isteri dan anaknya(Ismail)
yaitu Mekkah supaya aman dan penduduknya sejahtera serta dihindarkan dari
penyembahan berhala-berhala. Beliau
sangat membenci berhala-berhala tersebut karena dapat menyesatkan
manusia dari jalan yang benar, sehingga beliau menyatakan kepada siapapun bahwa
orang yang ikut Nabi Ibrahim untuk membenci berhala-berhala tesebut maka ia
termasuk dalam golngannya dan orang yang mendurhakainya sehingga ia
menyembahnya dan merestuinya maka Allah akan menyiksanya.[56]
Quraish Shihab menjelaskan arti kata صنمdalam ayat ini menurut pendapat
ath-Thabari, al-Biqa’i dan asy-Sya’rawi adalah berhala yang berbentuk manusia
danوثن adalah batu atau apa saja yang dikultuskan, sedangkan
menurut Ibnu ‘Asyur bahwa صنم adalah patung atau batu atau
bangunan yang dijadikan sesembahan dan diakui sebagai Tuhan.[57]
Do’a ini dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim karena pada saat
itu kebanyakan masyarakat sekitarnya menyembah berhala hingga akhirnya beliau
hijrah ke Mesir kemudian ke Palestina kemudian ke Jazirah Arab (Mekkah) dengan
membawa anak dan isterinya serta beliau mengajarkan tauhid di sana .
Nabi Ibrahim menutup do’anya dengan lafadz :”Engkau
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” bukan berarti beliau memohon
pengampunan bagi penyembah berhala akan tetapi beliau menyerahkan semua
keputusan itu kepada Allah karena hanya Allah yang berhak untuk mengampuni atau
menyiksa orang yang Ia kehendaki.
2.
Orang yang mengingkari thaghut dan beriman kepada Allah
maka ia telah berpegang teguh pada tali yang sangat kuat.
لا إكراه في
الدين ۖ قد تّبيّن الرّشد من الغي ۚ فمن يكفر بالطّاغوت
ويؤمن باللّه فقد استمسك بالعروة الوُثقىٰ لا انفصام لها ۗ واللّه سميع عليم [58]
3.
Larangan sujud kepada matahari dan bulan.
ومن آياته اللّيل والنّهار والشّمس والقمر ۚ لا تسجدوا للشّمس
ولا للقمر واسجدوا للّه الّذي خلقهنّ إن كنتم إيّاه تعبدون[59]
4.
Para nabi dan malaikat diciptakan bukan untuk dijadikan sebagai
Tuhan.
Quraish Shihab
menjelaskan bahwa penyebutan para nabi dan malaikat pada ayat ini hanya sebagai
contoh. Yang dimaksud adalah sesuatu yang selain Allah,
seperti bulan, bintang, matahari, pepohonan, atau leluhur. Allah menjadikan
para nabi dan malaikat sebagai contoh tersebut karena mereka yang disembah oleh
masyarakat jahiliyyah dan Yahudi serta Nasrani.[61]
Menurut
pendapat al-Biqa’i bahwa penambahan huruf
ta’ pada lafadz تتّخذوا mengandung
keterpaksaan dan keberatan hati (hati, pikiran atau tenaga) untuk melakukannya.
Jadi, penyembahan selain kepada Allah yang digambarkan oleh ayat ini dengan
lafadz تتّخذوا yang diterjemahkan “menjadikan”
mengandung makna bahwa penyembahan itu pada hakikatnya dipaksakan atas jiwa
manusia, dan bukan merupakan sesuatu yang berasal dari hati nuraninya sendiri
dan menyalahi fitrah.[62]
5.
Menyekutukan Allah setelah semua kesulitan dihilangkan oleh
Allah.
فإذا ركبوا في الفلك دعوا اللّه مخلصين له الدين فلمّا نجّاهم إلى
البرّ إذا هم يشركون[63]
Menurut
Muhammad Quraish Shihab[64], ayat tersebut merupakan
dampak dari sifat buruk yang dilakukan oleh orang-orang kafir. Akibat dari
sifat-sifat mereka adalah ketika mereka naik kapal dan mantap berada di dalamnya
lalu kapal itu membawa mereka membelah ombak dan dan gelombang, lalu mereka
berdo’a kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, lalu Allah
menyelamatkan mereka dari semua bahaya yang mengancam dan kekhawatiran sehingga
mereka sampai ke darat dengan selamat. Maka tatkala mereka selamat dari bahaya
dan kekhawatiran tersebut mereka kembali menyekutukan Allah lagi dengan
berhala-berhala yang mereka sembah.
Ibnu Qayyim mendefinisikan thaghut[65]
sebagai berikut:
الطاغوت: ما تجاوز به العبد حده من معبود او متبوع او مطاع
Artinya:
segala sesuatu yang diperlakukan manusia secara melampaui batas (yang
ditentukan Allah) seperti dengan disembah, diikuti atau dipatuhi.
Yang dianggap sebagai thaghut adalah sebagai
berikut:
a)
Iblis, yang dilaknat oleh Allah.
b)
Orang yang disembah dan dia rela untuk disembah.
c)
Orang yang mengajak manusia untuk menyembah dirinya.
d)
Orang yang mengaku mengetahui sesuatu yang ghaib.
e)
Orang yang memutuskan sesuatu tanpa berdasarkan hukum yang
diturunkan oleh Allah.
BAB IV
ANALISIS DAN RELEVANSI PENAFSIRAN QURAISH SHIHAB TENTANG SYIRIK
TERHADAP KONTEKS KEKINIAN
Berhubungan dengan judul yang diambil
oleh penyusun dalam penyusunan risalah ini, Quraish Shihab mempunyai ciri
tersendiri dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an sebagaimana yang telah
disebutkan oleh penyusun dalam biografi Muhammad Quraish Shihab yang lalu.
Metode yang digunakannya dianggap dapat mengungkap pendapat-pendapat al-Qur’an
tentang berbagai macam permasalahan hidup sekaligus sebagai bukti bahwa
al-Qur’an itu sejalan dengan perubahan zaman, perkembangan iptek dan kemajuan
peradaban.
Pada bab ini penyusun berusaha
menganalisis beberapa hal yang berhubungan dengan syirik, misalnya: penyembahan
patung-patung atau selainnya dalam
pandangan Quraish Shihab dan menghubungkannya dengan konteks yang ada pada saat
ini. Karena ayat-ayat al-Qur’an yang berhubungan dengan syirik itu sangat
banyak, maka penyusun memilih beberapa ayat al-Qur’an yang relevan dengan
pembahasan dalam risalah tersebut sebagai analisis, salah satunya adalah Q.S.
An-Nahl: 36 yang berkenaan dengan “thaghut”. Bunyi ayat tersebut adalah:
ولقد بعثنا في كل أمة رسولا أن اعبدوا
الله واجتنبوا الطاغوت فمنهم من هدى الله ومنهم من حقت عليه الضلالة فسيروا في
الأرض فانظروا كيف كان عاقبة المكذبين
Ayat tersebut
menjelaskan bahwa Allah mengutus para nabi-Nya untuk mengajak dan mengajarkan
agama tauhid kepada umatnya supaya mereka hanya beribadah kepada Allah dan
menjauhi thaghut. Sedangkan thaghut menurut Quraish Shihab adalah
segala sesuatu yang melampaui batas. Bentuk pelampauan batas yang mereka
lakukan adalah dengan menyembah berhala-berhala atau patung-patung yang tidak
bisa memberikan sedikitpun manfaat dan madlarat kepada penyembahnya.
Sejarah telah membuktikan bahwa syirik
itu tidak hanya terjadi pada masa jahiliyah akan tetapi pada masa dimana Islam
telah mengajarkan ajaran tauhid kepada segenap manusia juga banyak ditemui
syirik. Jika kita baca kembali wacana-wacana yang menceritakan tentang kisah
para nabi dalam berdakwah maka tidak sedikit umat mereka yang melakukan
kesyirikan yang berupa menyembah berhala,
patung, anak sapi, pepohonan, matahari,dll. Berikut adalah beberapa kisah nabi yang umatnya melakukan
kesyirikan:
1.
Nabi Hud[66]
Nabi Hud merupakan cucu Nabi Nuh yang
diutus oleh Allah untuk berdakwah kepada Kaum Aad yang sangat durhaka. Mereka
dikaruniai beberapa keutamaan seperti tanah yang subur lengkap dengan sarana
irigasi yang baik, air memancar dari seluruh penjuru untuk mengairi dan
menyuburkan tanah pertanian dan perkebunan mereka. Berkat anugerah ini, mereka
hidup makmur, dapat membangun tempat tinggal yang indah dan mewah. Dalam waktu
yang singkat mereka berkembang menjadi pesat dan menjadi suku terbesar di
antara beberapa suku yang ada pada saat itu. Setelah Allah memberikan semua
karunia tersebut, mereka mulai lalai dan menuruti hawa nafsu mereka untuk
menyembah berhala-berhala yang mereka beri nama “Shamud, Shada dan al-Haba”.
2.
Nabi Shalih[67]
Nabi Shalih diutus oleh Allah ke
tengah-tengah bangsa Tsamud yang hidup di bekas reruntuhan kaum Aad. Bangsa
tersebut ternyata lebih pandai daripada kaum Aad. Mereka mampu membangun
jaringan yang lebih sempurna untuk mengairi lahan pertanian dan perkebunan,
mampu membangun rumah yang megah di atas bukit-bukit. Mereka hidup makmur dan
berlomba-lomba dalam bermegah-megahan. Mereka juga menyembah berhala dan
mendustakan ajakan Nabi Shalih yang mengajak mereka agar mau menyembah Allah
dan meninggalkan berhala yamg mereka sembah.
3.
Nabi Ibrahim[68]
Nabi Ibrahim diutus oleh Allah kepada
seorang raja yang bengis dan tidak mau lengser dari jabatannya bahkan dia ingin
hidup untuk selamanya. Ia membodohi rakyatnya agar menyembah berhala dan
memproklamirkan dirinya sebagai salah satu Tuhan yang harus disembah. Selain
berdakwah kepada Raja Namrud dan kaumnya, dia juga berdakwah kepada ayahnya
yang masih menyembah berhala. Ayahnya sendiri merupakan salah satu orang yang
membuat patung. Nabi Ibrahim mengajak ayahnya untuk meninggalkan penyembahan
patung-patung tersebut namun dalam dakwahnya tersebut, ia tidak berhasil
mengajak ayahnya untuk menjauhi penyembahan patung tersebut.
4.
Nabi Musa[69]
Nabi Musa diutus
oleh Allah untuk berdakwah kepada Raja Fir’aun yang bengis dan menyebut dirinya
sebagai Tuhan. Ia mengancam akan memasukkan Musa dan Harun ke dalam penjara
jika mereka mengakui adanya Tuhan lain selainnya. Lalu Musa menantang Fir’aun
dan bertanya apakah setelah ia mampu membuktikan bahwa ada Tuhan selainnya maka
Fir’aun tidak akan memenjarakannya. Fir’aun pun menuntut supaya Musa
membuktikannya. Atas izin Allah, Musa pun membuktikan mu’jizat yang diberikan
oleh Allah untuk melemahkan Fir’aun. Mu’jizat pertama yang dikeluarkan adalah
tongkat yang berubah menjadi ular yang mengejar Fir’aun sehingga ia lari
ketakutan dan meminta agar Musa menangkap ular itu. Lalu Fir’aun menuntut bukti
yang lain, dan Musa pun menunjukkan mu’jizat yang ke-dua yaitu tangan yang
dimasukkan ke ketiak dan keluar dalam keadaan putih bercahaya menyilaukan mata
Fir’aun dan para pengikutnya, namun ia belum percaya bahwa itu adalah mu’jizat
dari Allah.
Fir’aun masih belum percaya dengan
peristiwa yang dialaminya, ia tetap menantang Musa supaya membuktikan dengan
bukti yang lain. Ia lalu mengumpulkan para ahli sihir untuk menunjukkan
kebolehan sihir mereka dan mengadunya dengan Musa. Mereka melemparkan tali-tali
tongkatnya kemudian berubah menjadi ribuan ekor ular. Musa melawannya dengan
melemparkan tongkat yang kemudian tongkat itu berubah menjadi ular yang sangat
besar dan memakan semua ular-ular milik ahli sihir tersebut. Mengetahui hal
itu, para ahli sihir itu banyak yang taubat dan menjadi pengikut Musa.
Sejak saat itu terdapat dua aliran dalam
Mesir, yaitu aliran musyrik(penyembah Fir’aun) dan aliran pengikut Musa. Namun,
lambat laun pengikut dan penyembah Fir’aun semakin sedikit dan meninggalkannya
kemudian berpindah mengikuti Musa.
5.
Nabi Ilyas[70]
Nabi Ilyas diutus olah Allah untuk
berdakwah kepada kaum penyembah patung(paganisme) yaitu Ba’al. Ia mengajak
kaumnya untuk menyembah kapada Allah semata, tiada jemu-jemunya ia menyerukan
kepada mereka namun mereka tetap menyembah patung dan membangkang terhadap
ajakan tersebut, bahkan mereka merencanakan untuk membunuhnya. Allah mengadzab
mereka dengan adzab yang berupa musim kemarau yang panjang selama beberapa
tahun lamanya dan tidak ada air sama sekali sehingga kekeringan melanda,
tanaman dan ternak mati kehausan. Mereka mendatangi Ilyas dan meminta do’a supaya Allah menurunkan
hujan, mereka berjanji akan bertaubat dan mengikuti ajarannya. Allah menurunkan
hujan kepada mereka, tanah yang dulu kering menjadi subur dan suasana menjadi
tenteram kembali, namun setelah itu mereka kembali menyembah berhala dan
berbuat durhaka.
Kisah di atas merupakan kisah-kisah nyata
yang terdapat dalam al-Qur’an yang diabadikan oleh Allah sebagai pelajaran
sekaligus pembanding antara kesyirikan yang dilakukan pada masa lalu dengan
masa sekarang dan menginfomasikan bahwa ajaran agama yang disampaikan oleh para
nabi tersebut pada mulanya adalah sama yaitu tentang tauhid(meng-Esakan Allah)
namun banyak umatnya yang mendustakan.
Menurut penyusun, bentuk kesyirikan yang
dilakukan oleh umat masa kini tidak jauh berbeda dengan kesyirikan yang
dilakukan oleh umat terdahulu. Jika syirik pada masa jahiliyyah itu berupa
penyembahan patung-patung, berhala-berhala, pepohonan dan sebagainya maka pada
masa sekarang pun masih ada penyembahan-penyembahan tersebut. Jika pada masa jahiliyyah terdapat sihir maka masa sekarang pun
ada sihir. Perbedaan yang ada antara syirik masa jahiliyyah dan masa sekarang adalah terletak pada alat-alat/sarana/wasilah yang digunakan. Misalnya
ramalan, ramalan yang dilakukan pada masa jahiliyyah tanpa menggunakan
teknologi berbeda dengan zaman sekarang yang memanfaatkan kecanggihan teknologi
untuk meramal seseorang, salah satu contoh yang marak dan merambah dalam dunia
periklanan yang menggunakan kecanggihan komputer, internet atau telepon genggam
yaitu dengan cara SMS reg spasi jodoh, reg spasi rezeki, dan lain-lain.
Salah satu bentuk kesyirikan yang
terdapat dalam budaya adalah tarian pendet. Jika ditelusuri lebih lanjut, maka
akan ditemukan beberapa alasan kenapa tarian tersebut termasuk kesyirikan. Sebelum penyusun mengemukakan alasannya maka
terlebih dahulu akan memaparkan secara ringkas tentang sejarah tarian tersebut.
Di bawah ini adalah sejarahnya[71]:
Tarian Pendet berasal dari Bali yang
diciptakan oleh seorang seniman yang bernama I Nyoman Kaler, pada tahun 1970-an. Tarian ini
dipentaskan untuk upacara keagamaan yaitu agama Hindu (agama yang menyembah
dewa-dewa sebagai Tuhan). Tarian ini sangat kental dengan tarian-tarian ritual
di India. Menurut mitologinya, tarian ini diciptakan oleh Dewa Brahma dan Siwa
Nata Raja yang terkenal dengan tarian kosmisnya. Dalam tarian ini menggambarkan
bahwa Dewa Siwa memutar dunia dengan kekuatan ghaibnya. Setiap sikap tangan dan
gerakan tubuhnya mempunyai makna dan kekuatan tertentu sehingga tarian ini
tidak hanya memiliki keindahan rupa dan pakaian saja akan tetapi juga mempunyai
kekuatan sekala dan niskala. Tari pendet ini memiliki makna untuk menyambut
dewata yang turun ke bumi. Ia seakan sebuah simbol yang diberikan warga Hindu
untuk menyambut Tuhannya ke muka bumi.
Jadi,
Tarian Pendet disebut tarian syirik karena ada beberapa alasan, yaitu:
1.
Dipentaskan untuk acara keagamaan (agama Hindu).
2.
Dalam tarian tersebut
terdapat kepercayaan tentang adanya kekuatan lain selain Allah.
3.
Percaya bahwa Dewa Siwa dan Brama sebagai Tuhan.
4.
Tarian ini dipersembahkan untuk menyambut Tuhan mereka yang
turun ke bumi.
Selain beberapa contoh di atas,
adapula yang menjadi pembicaraan umum pada saat ini adalah penolakan sejumlah
kalangan khususnya ormas-ormas Islam terhadap konser Lady Gaga yang
direncanakan pada tanggal 3 Juni 2012. Gaga
disebut sebagai artis penyembah dan pengajar kemusyrikan karena sebelum
konsernya berlangsung, dia mengadakan ritual pemujaan setan untuk mencari
sensasi, menarik publik hingga akhirnya publik mencontoh dan mengikuti semua
tingkah lakunya.
Gaga juga merupakan Ratu Iblis Liberal Pemuja Setan.
Hal ini dapat diketahui dari video kilpnya yang menggambarkan bahwa dia bersatu
dengan Tuhan Yesus, lalu dia menyalahkan Tuhan karena tidak memenuhi kebutuhan
rohaninya. Akhirnya dia
berubah dari biarawati menjadi Padri Luciferian(setan)yang dilambangkan dengan
tangan kanan menutup mata kirinya sehingga yang tampak adalah mata satu dan ini
merupakan lambang orang Yahudi.
Penafsiran Quraish Shihab mengenai
syirik sangat relevan pada masa jahiliyyah hingga saat ini dimana ajaran agama
Islam telah sampai pada manusia. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya
bentuk-bentuk kesyirikan yang dilakukan oleh sebagian besar manusia, tidak
memandang apakah dia seorang muslim maupun non-muslim, baik syirik besar maupun
syirik kecil, baik disadari maupun tidak disadari.
BAB V
PENUTUP
Dalam
bab ini, akan dituliskan beberapa kesimpulan dan penutup sebagai manifestasi
penyusun dalam penelitian ini.
A.
Kesimpulan
1.
Pengertian syirik menurut Quraish Shihab itu tidak
berbeda dengan pengertian-pengertian pada umumnya yaitu menyekutukan Allah
dengan sekutu-sekutu-Nya, misalnya berhala-berhala yang mereka sembah,
sedangkan musyrik adalah kaum Yahudi dan Nasrani yang bersekutu untuk
memadamkan ajaran Islam.
Tanda-tandanya:
a.
Orang-orang musyrik akan menyangkal jika disebut musyrik.
b.
Kemusyrikan itu adanya di dalam hati dan bisa terungkap
lewat ucapan dan perbuatan, sehingga tidak mengharusnya adanya pengakuan dari
dia sendiri secara nyata, misalnya dengan mengucapkan “Saya mengakui adanya
Tuhan selain Allah”.
c.
Rasa cinta yang beralih dari Allah kepada makhluk-Nya
sehingga cinta kepada makhluk-Nya itu lebih besar daripada cintanya kepada
Allah.
d.
Memperkuat ikatan-ikatan dengan berhala yang disembah
padahal berhala yang disembah itu tidak bisa memberikan suatu apapun bagi
mereka.
e.
Takut kepada selain Allah dengan ketakutan yang
berlebihan.
2.
Dari penelitian yang dilakukan oleh penyusun mengenai penafsiran Quraish
Shihab tentang musyrik itu relevan dengan konteks kekinian di Indonesia. Hal
ini dapat dibuktikan dengan melihat contoh-contoh yang telah dipaparkan
penyusun dalam risalah ini.
B. KRITIK DAN SARAN
Menurut penyusun, penyusunan risalah ini sangat bagus
sebagai latihan bagi thalabah/thalibah PUTM sekaligus sebagai syarat untuk
meraih gelar D3 yang kemudian
dilanjutkan ke UMY/UAD. Namun dalam pelaksanaannya, sebagian besar
thalabah/thalibah PUTM mengeluh dan merasa keberatan dikarenakan kurangnya referensi
yang bisa mendukung penyusunan risalah tersebut. Maka dari itu, penyusun
memberikan saran kepada keluarga besar PUTM supaya menambah lagi
referensi-referensi yang sekiranya sangat dibutuhkan oleh thalabah/thalibah
PUTM. Syukron.
[4] Madrasah Mu’allimin- Mu’allimat
Muhammadiyah Yogyakarta, Buku Pelajaran Aqidah Madrasah Aliyah Umum Kelas VI,
Yogyakarta, hlm. 1.
[5] Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir Kamus Arab- Indonesia, edisi
ke-2 (Surabaya: Pustaka Progressif , 1997), hlm.715.
[7] Madrasah Mu’allimin- Mu’allimat
Muhammadiyah Yogyakarta, Buku Pelajaran Aqidah Madrasah Aliyah Umum Kelas VI,
Yogyakarta, hlm. 5.
[9] Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan
Keserasian al-Qur’an, cet. ke-9 (Tangerang: Lentera Hati, 2008), Vol. II,
hal. 114.
[11] Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah:
Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, cet. ke-9 (Tangerang: Lentera Hati,
2008), Vol. II, hal. 242.
[13] Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah:
Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, cet. ke-9 (Tangerang: Lentera Hati,
2008), Vol. II, hal. 435.
[15] Ibadah yang tata cara, kadar dan waktunya
ditentukan oleh Allah atau Rasulullah.
[16] Al-An’am (6) : 162.
[17] Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah:
Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, cet. ke-9 (Tangerang: Lentera Hati,
2008), Vol. VI, hal. 287.
[19] Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah:
Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, cet. ke-9 (Tangerang: Lentera Hati,
2008), Vol. VIII, hal. 143.
[21] Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah:
Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, cet. ke-9 (Tangerang: Lentera Hati,
2008), Vol. VI, hal. 361.
[24] Pernyataan ‘Abbas al-‘Aqqad dalam bukunya
yang berjudul Iblis dan dikutip oleh Quraish Shihab dalam tafsir
al-Misbah vol. 6, hal. 362. Kelompok penyembah setan ada tiga golongan, yaitu:
a. Catharisme yang dipraktikkan oleh sekelompok masyarakat Jerman. Nama ini
terambil dari kata latin cathar(suci). Mereka pada awalnya mempraktekkan
kehidupan zuhud, meninggalkan gemerlapan duniawi, tetapi sedikit demi sedikit
mereka menyimpang dan pada akhirnya bercampur kepercayaan mereka dengan
paganism.
b. Bogomilisme yang berarti “kekasih Tuhan”, kelompok ini terdapat di Balkan.
c.
Albigenses, di
Perancis Selatan.
[25] Muhammad
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, cet.
ke-9 (Tangerang: Lentera Hati, 2008), Vol. VI, hal. 686.
[51] Madrasah Mu’allimin- Mu’allimat
Muhammadiyah Yogyakarta, Buku Pelajaran Aqidah Madrasah Aliyah Umum Kelas VI,
Yogyakarta, hlm. 10.
[52] Muhammad Quraish
Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, cet.
ke-9 (Tangerang: Lentera Hati, 2008), Vol. VII, hal. 226.
[53] Kekuasaan yg digunakan sewenang-wenang; negara yg diperintah
oleh seorang raja atau penguasa yg bertindak sekehendak hatinya.
[54] Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah:
Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, cet. ke-9 (Tangerang: Lentera Hati,
2008), Vol. VII, hal. 227.
[56] Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah:
Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, cet. ke-9 (Tangerang: Lentera Hati,
2008), vol. VII, hal. 67.
[58] Al-Baqarah (2) : 256.
[59] Fushilat (41) : 37.
[60] Ali Imran (3) : 80.
[61] Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah:
Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, cet. ke-9 (Tangerang: Lentera Hati,
2008), vol. II, hal. 135.
[62] Ibid.
[63] Al-Ankabut (29) : 65.
[64] Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah:
Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, cet. ke-9 (Tangerang: Lentera Hati,
2008), vol. X, hal. 540.
[65] Syaikh Muhammad bin Sulaiman at-Tamimi, “Tiga
Landasan Utama,” PDF.
[66] MB. Rahimsyah AR, Kisah Nyata 25 Nabi dan
Rasul , cet. Ke- I (Semarang: Widya Karya, 2010), hlm. 23.
[67] Ibid, hal. 26.
[68] Ibid, hal. 31.
[69] Ibid, hal. 74.
[70] Ibid, hal. 99.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar